Syubhat Penguasa Murtad
yang Sholat , Saum Ramadhan , Haji , Zakat dan Mengumandangkan Azan
Syubhat
Para penguasa tersebut masih sholat, zakat, haji, shaum
Ramadhan dan melaksanakan syariah Islam lainnya
Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim dan ketika seorang shahabat bertanya tidakkah kami perangi
saja mereka wahai Rasulullah ? Beliau menjawab:”Tidak selama mereka masih menegakkan sholat bersama kalian.”
Matan hadits riwayat Muslim:
- (66/1855) حدثنا داود بن رشيد. حدثنا
الوليد (يعني ابن مسلم). حدثنا عبدالرحمن بن يزيد بن جابر. أخبرني مولى بني فزازة
(وهو زريق بن حيان)؛ أنه سمع مسلم بن قرظة، ابن عم عوف بن مالك الأشجعي، يقول:
سمعت عوف بن مالك الأشجعي يقول:
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول (خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم. وتصلون عليهم ويصلون عليكم. وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم. وتلعنونهم ويلعنونكم) قالوا قلنا: يا رسول الله! أفلا ننابذهم عند ذلك؟ قال (لا. ما أقاموا فيكم الصلاة. لا ما أقاموا فيكم الصلاة. ألا من ولى عليه وال، فرآه يأتي شيئا من معصية الله، فليكره ما يأتي من معصية الله، ولا ينزعن يدا من طاعة) .(رواه مسلم )
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول (خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم. وتصلون عليهم ويصلون عليكم. وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم. وتلعنونهم ويلعنونكم) قالوا قلنا: يا رسول الله! أفلا ننابذهم عند ذلك؟ قال (لا. ما أقاموا فيكم الصلاة. لا ما أقاموا فيكم الصلاة. ألا من ولى عليه وال، فرآه يأتي شيئا من معصية الله، فليكره ما يأتي من معصية الله، ولا ينزعن يدا من طاعة) .(رواه مسلم )
“Sebaik-baik pemimpin kalian
adalah yang kalian cinta kepada
mereka dan mereka (juga) cinta
kepada kalian, kalian mendoakan
kebaikan untuk mereka dan mereka (juga)
mendoakan kebaikan untuk kalian. Dan sejelek-jelek
pemimpin kalian adalah
yang kalian benci kepada mereka dan mereka juga
benci kepadakalian, kalian melaknat mereka dan
mereka juga melaknat kalian. Kami bertanya, “Wahai Rasulullâh,
tidakkah kita melawan mereka dalam keadaan
demikian.” Beliau menjawab, “Tidak, sepanjang mereka
masih menegakkan sholat, tidak, sepanjang mereka
masih menegakkan sholat. Ingatlah, siapa yang
dipimpin oleh seorang pemimpin lalu ia melihatnya melakukan sesuatu dari
kemaksiatan kepada Allah, maka handaknya ia
benci kepada maksiat yang dia lakukan dan jangan
sekali-kali ia melepas tangan keta’atan “(HR. Muslim.no 1855)
Jawab :
1- Perlu diingat bahwa seluruh para rosul itu
inti ajarannya adalah tauhid. Tauhid itu adalah syarat pokok diterimanya semua
amalan dan ibadah. Semua amalan dan ibadah akan menjadi sah dan diterima Allah
Ta’ala kalau memenuhi dua syarat yaitu ikhlas dan mengikuti sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa salam.
Adapun diantara dalil untuk syarat yang pertama
adalah:
Allah berfirman:
والذين
كفروا أعمالهم كسرابٍ بقيعة يحسبه الظمآن ماءً حتى إذا جاءه لم يجده شيئاً ووجد
اللهَ عنده فوفّاه حسابه
“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka
adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh
orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun.Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu
Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah
sangat cepat perhitungan-Nya.” (An-Nur: 39)
Dan dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwasanya
Allah berfirman:
أنا أغنى
الشركاء عن الشرك من عمل عملاً أشرك به معي غيري تركته وشركه
Para ulama’ menggunakan dalil ini untuk syirik
ashghor, lalu bagaimana halnya dengan syirik akbar?
Dengan demikian sesungguhnya orang yang
melakukan kesyirikan itu tidak akan diterima amalannya, baik sholatnya,
zakatnya, hajinya dan yang lainnya. Semua bentuk peribadahan yang mereka
lakukan itu menjadi batal dan semua amalannya tidak akan diterima di sisi
Allah.
Lebih jelas lagi Allah Ta’ala berfirman:
لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan juga dalam ayat lain Allah berfirman:
وَلَوْ
أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah,
niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am:
88)
Demikian pula halnya para penguasa yang telah
kufur kepada Alloh yang berkuasa di negeri-negeri kaum muslimin saat ini. Semua
amalannya tidak akan diterima di sisi Allah sampai mereka bertaubat. Karena
mereka telah murtad dari Islam maka seluruh amalan dan ibadahnya tidak sah.
Ibnu Qudamah berkata:
إن الردة تنقض الوضوء وتبطل التيمم، وهذا قول
الأوزاعي وأبي ثور، وهي الاتيان بما يخرج به عن الإسلام إما نطقاً أو اعتقاداً أو
شكاً ينقل عن الإسلام، فمتى عاود إسلامه
ورجع إلى دين الحق فليس له الصلاة حتى يتوضأ وإن كان متوضئاً قبل ردته
”Sesungguhnya kemurtadan itu membatalkan
wudlu dan tayammum, dan ini adalah pendapat Al-Auza’I dan Abu Tsaur. Sedangkan
yang dimaksudkan dengan kemurtadan itu adalah melakukan amalan yang
mengeluarkan dari Islam, baik itu berupa perkataan, keyakinan maupun
keragu-raguan yang dapat mengeluarkannya dari Islam. Oleh karena itu jika ia
kembali kepada agama yang benar, maka ia tidak syah sholatnya hingga ia
berwudlu jika sebelum murtad ia telah berwudlu.” [1]
Beliau juga berkata:
والردة تبطل الأذان إن وجدت في أثنائه
“Dan
kemurtadan itu membatalkan adzan jika terjadi ketika ia adzan.” Al-Mughni
ma’asy Syarhil Kabir I/438.
Beliau
juga berkata:
لا نعلم بين أهل العلم خلافا في أن من ارتد عن الإسلام في أثناء الصوم
أنه يفسد صومه وعليه قضاء ذلك اليوم إذا عاد إلى الإسلام سواء أسلم في أثناء اليوم
أو بعد انقضائه)
Kami tidak melihat ada perselisihan dikalangan
ulama’ pada masalah orang yang murtad ketika berpuasa itu maka puasanya batal
dan ia harus mengqodlo’nya jika ia kembali kepada Islam, sama saja apakah ia
kembali kepada Islam pada hari itu juga atau setelah berlalu.” [2]
Maka jelaslah bahwasanya orang yang tidak boleh
dibunuh ataupun diperangi itu adalah orang yang masih sholat sedangkan
tauhidnya benar dan ia tidak melakukan perbuatan kekufuran yang mengeluarkan ia
dari Islam. Karena kalau ia telah murtad maka semua amalan dan ibadahnya itu
tidak syah dan tidak ada manfaatnya.”
Para
ulama’ telah berijma’ atas wajibnya memerangi kelompok manapun yang mempunyai
kekuatan dan tidak mau melaksanakan suatu bagian dari syari’at Islam yang sudah
jelas dan mutawatir. Baik yang tidak dilaksanakan itu sedikit maupun banyak.
Jika mereka masih mengakui atas wajibnya syari’at tersebut maka mereka wajib
diperangi sampai mereka melaksanakan apa yang mereka tinggalkan.
Adapun
jika mereka itu tidak mau melaksanakan karena menentang, maka dengan demikian
mereka jelas-jelas telah menolak sehingga mereka menjadi murtad. Dan mereka
diperangi sampai mereka kembali kepada Islam. Dan memerangi dua kelompok
tersebut adalah wajib hukumnya secara ijma’.
Rosululloh
bersabda:
أمرت أن
أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلا الله فمن قالها فقد عصم مني ماله ونفسه إلا
بحقه وحسابه على الله
“ Saya diperintahkan untuk mememrangi manusia
sampai mengucapkan Lailaha Illallah, maka barang siapa yang mengucapkannya
harat dan jiwanya terjaga dariku kecuali memang karena haknya dan hisabnya
terserah kepada Allah.” (Shohihul Bukhori, Kitabuz zakah, bab I, no.1399,
II/110 dan Shohih Muslim, Kitabul Iman, no.33, hal.52).
Orang-orang
kafir yang masuk Islam jika mereka tidak melaksanakan syari’at Islam mereka
diperangi. Oleh karena itu kelompok manapun yang mengaku Islam dan mengucapkan
syahadatain namun tidak melaksanakan sebagian dari syari’at yang sudah jelas
dan mutawatir, mereka wajib diperangi sebagaimana kesepakatan kaum muslimin
sampai agama itu seluruhnya milik Alloh.
Ibnu
Rojab Al-Hambali ketika menjelaskan hadits diatas mengatakan:”Dan suatu yang
sudah maklum secara jelas bahwasanya Nabi saw., menerima siapa saja yang datang
ingin masuk Islam hanya dengan syahadatain, dan dengan demikian darahnya
menjadi terjaga dan ia menjadi orang Islam. Rosululloh telah mengingkari Usamah
bin Zaid karena ia membunuh orang yang telah mengucapkan laa ilaaha illalloh
sedangkan pedang telah diangkat, maka rosululloh sangat mengingkari perbuatannya itu.
Maka
sesungguhnya hanya dengan dua kalimat syahadat itu darah menjadi terjaga dan
menjadi Islam. Apabila seseorang masuk Islam jika ia melaksanakan sholat dan
menunaikan zakat dan melaksanakan syari’at-syari’at Islam, maka ia mempunyai
hak dan kewajiban sebagaimana kaum muslimin yang lain. Namun jika ia tidak
melaksanakan bagian dari rukun-rukun ini jika mereka suatu jamaah yang
mempunyai kekuatan, mereka diperangi. Dan sebagian ada yang mengira bahwasanya
hadits ini berarti orang kafir itu diperangi sampai mereka mengucapkan dua
kalimat syahadat, melaksanakan sholat dan mengeluarkan zakat, dan ia menjadikan
hadits ini sebagai dalil bahwasanya orang kafir juga disuruh untuk melaksanakan
ibadah furu’, namun pendapat ini perlu dikaji ulang. Sedangkan siroh Nabi saw.
Bertentangan dengan hal ini. Dalam shihih Muslim disebutkan dari Abu Huroiroh
ra. Bahwasanya Nabi saw. Pada saat perang badar memanggil Ali dan menyerahkan
bendera kepadanya.lalu beliau bersabda:”Berjalanlah dan janganlah menoleh
sampai Alloh memberikan kemenangan kepadamu, maka Ali berjalan sedikit lalu
berhenti dan berkata:”Wahai Rosululloh, untuk apa kuperangi orang-orang itu?”
Beliau menjawab:”Perangilah mereka sampai mereka bersaksi bahwasanya tidak ada
ilah kecuali Alloh dan bahwasanya Muhammad itu utusan Alloh. Jika mereka
melakukan hal tersebut maka darah dan harta mereka telah terjaga darimu kecuali
yang menjadi haknya dan hisab mereka terserah kepada Alloh.”(Muslim,
Fadlo’ilush Shohabah 34, Musnad Imam Ahmad IV/439)
Maka
hanya dengan menerima syahadatain harta dan nyawa itu menjadi terjaga, kecuali
memang yang sudah menjadi haknya. Dan diantara haknya adalah tidak melaksanakan
sholat dan zakat setelah masuk Islam sebagaiman yang difahami oleh para sahabat
ra.
Dan
diantara dalil yang menunjukkan atas wajibnya memerangi kelompok yang tidak mau
melaksanakan sholat dan zakat adalah firman Alloh:
فإن
تابوا وأقاموا الصلاة وأتوا الزكاة فخلوا سبيلهم
“Jika
mereka bertaubat, melaksanakan sholay dan menunaikan zakat, maka biarkanlah
mereka.” (At-Taubah:5)
فإن
تابوا وأقاموا الصلاة وأتوا الزكاة فإخوانكم في الدين
“Jika
mereka bertaubat, melaksanakan sholay dan menunaikan zakat, maka mereka adalah
saudara kalian dalam agama.” (At-Taubah:11)
و
قاتلوهم حتى لا تكون فتنة ويكون كله الدين لله
“Dan
perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu seluruhnya
hanyalah untuk Alloh.” (Al-Antal:39)
وما
أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة وذلك
الجين القيمة
“Dan
mereka tidaklah diperintahkan kecuali hanya untuk beribadah kepada Alloh dengan
memurnikan agama hanya untuk-Nyadengan lurus, melaksanakan sholat dan
menunaikan zakat dan itula agama yang lurus.”(Al-Bayyinah:5)
Disebutkan dalam
hadits bahwasanya Nabi saw. jika mau menyerang sebuah kaum, beliau tidak
menyerangnya kecuali setelah datang waktu subuh, jika beliau mendengar adzan
beliau urungkan dan jika tidak beliau menyergap mereka. Padahal masih mengandung kemungkinan mereka itu
orang Islam. Dan beliau memberi wasiyat kepada pasukan-pasukan yang hendak
diberangkatkan:”Jika kalian mendengar adzan atau melihat masjid maka janganlah
kalian membunuh seorangpun. Dan beliau pernah mengutus ‘Uyaynah bin Hisn kepada
sebuah kaum dari Banil Ambar lalu beliau menyergap mereka karena belau tidak
mendengar adzan, kemudian mereka mengaku telah masuk Islam sebelum itu. Dan
Rosululloh pernah mengirim surat kepada penduduk ‘Ammaan yang berbunyi; ”Dari
Muhammad kepada penduduk ‘Amman. Salam sejahtera kepada kalian, amma ba’du.
Bersaksilah kalian bahwasanya tidak ada ilah kecuali Alloh dan aku
adalah utusan Alloh, tunaikanlah zakat dan dirikanlah masjid, kalau tidak, aku
akan menyerang kalian.” Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar, Ath-Thobroni dan yang
lain.
Ini semuanya
menunjukkan bahwasanya orang-orang yang masuk Islam itu diuji atas
keislamannya, apakah mereka mau menegakkan sholat dan menunaikan zakat, kalau
tidak maka tidak ada halangan untuk memerangi mereka. Dan dalam masalah ini telah terjadi diskusi
antara Abu Bakar dan Umar ra.sebagaimana yang tersebut dalam kitab Shohihain
dari Abu Huroiroh ra. beliau berkata:” Ketika Rosululloh saw. telah wafat, Abu
Bakar menjadi kholifah dan orang-orang Arab kembali kafir, Umar berkata kepada
Abu Bakar:”Bagaimana kau bisa perangi mereka padahal Rosululloh pernah
bersabda:” “ Saya diperintahkan untuk mememrangi manusia sampai mengucapkan
Lailaha Illallah, maka barang siapa yang mengucapkannya harat dan jiwanya
terjaga dariku kecuali memang karena haknya dan hisabnya terserah kepada
Allah.” Maka Abu Bakar mengatakan;”Demi Alloh aku akan memerngi orang-orang
yang memisahkan antar sholat dan zakat. Sesungguhnya zakat itu adalah hak
harta, demi Alloh jika mereka tidak mau membayar zakat unta atau kambing yang
pernah mereka bayatkan kepada Rosululloh, aku pasti akan perangi mereka.” Lalu
Umar berkata:”Demi Alloh, aku melihat bahwasanya Alloh telah melapangkan dada
Abu Bakar untuk memerangi mereka, maka aku tahu bahwasanya hal itu adalah
benar.” Abu Bakar memerangi mereka dengan berdasarkan sabda Rosul: ”kecuali
haknya.” Hal ini menunjukkan bahwasanya memerangi orang yang telah
mengucapkan dua kalimat syahadat adalah boleh. Dan diantara haknya adalah
menunaikan hak kewajiban harta.
Dan Umar ra. Menyangka bahwasanya hanya dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat saja bisa mencegah seseorang untuk masuk
neraka di akherat kelak kare berpagang dengan berpegang dengan keumuman lafadz
yang tersebut dalam hadits, padahal tidak demikian. Lalu Umar sepakat dengan
pendapat Abu Bakar ra. (Jami’ul ‘Ulum, hal. 80-81)
Dan hukum orang yang meninggalkan seluruh hukum
Islam adalah diperangi sebagaimana mereka juga diperangi jika mereka
meninggalkan sholat dan zakat. Ibnu Syihab meriwayatkan dari Handzolah bin Ali
bin Al-Asqo’, bahwasanya Abu Bakar ra. Mengutus Kholid ibnul Walid ra. Dan
memerintahkannya untuk memerangi manusia jika mereka meninggalkan lima perkara.
Maka barangsiapa meninggalkan salah satu dari lima perkara tersebut perangilah
mereka sebagaimana halnya jika mereka meninggalkan lima perkara semuanya.
Yaitu; dua kalimat syahadat, sholat, Zakat dan Shoum romadlon.
Dan
Sa’id bin Jubar berkata bahwasanya Umar ibnul Khothob mengatakan: ”Seandainya
orang-orang itu tidak melaksanakan haji, pasti akan kuperangi sebagaimana
mereka juga akan aku perangi jika mereka tidak melaksanakan sholat dan zakat.”
Inilah pembahasan tentang memerangi kelompok yang tidak mau melaksanakan bagian
dari kewajiban-kewajiban tersebut.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 82)
An-Nawawi
berkata:”Dalam hadits tersebut menunjukkan atas wajibnya memerangi orang-orang
yang tidak mau melaksanakan zakat atau sholat atau kewajiban Islam yang lain,
baik banyak maupun sedikit, dasarnya adalah perkataan beliau (Abu Bakar) :”Jika
mereka tidak mau membayarkan zakat unta atau kambing.”
Imam
Malik berkata:”Menurut kami, setiap orang yang tidak mau melaksanakan suatu
kewajiban dari kewajiban Alloh, dan kaum muslimin tidak bisa memaksanya, maka
kaum muslimin wajib memeranginya sampai bisa memaksanya untuk melaksanakannya.”
(Muslim bisyarhin Nawawi I/212)
Asy-Syaukani
berkata:”Dan orang yang meninggalkan rukun-rukun Islam atau sebagiannya,
apabila ia terus dalam keadaan demikian, maka hukumnya wajib memeranginya
sesuai dengan kemampuan. Dan begitu pulalah seharusnya hukumnya menurut
syari’ah bagi setiap orang yang melakukan sesuatu yang diharamkan atau
meninggalkan kewajiban.” (Ar-Roudlotun Niddiyah I/184, cet. Darut Turots)
Ibnu
Taimiyah berkata:”Dan kelompok manapun yang mengaku Islam dan tidak mau
melaksanakan bagian dari syari’at yang telah jelas dan mutawatir, maka hukumnya
wajib untuk memerangi mereka atas sebagaimana kesepakatan kaum muslimin,
sehingga agama itu selurunya hanya milik Alloh. Sebagimana Abu Bakar dan
seluruh sahabat ra. Memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Dan
telah disebutkan dalam hadits dari Rosululloh saw. Dari banyak jalan bahwasanya
beliau memerintahkan untuk memerangi khowarij. Dalam kitab Shohihain disebutkan
sebuah riwayat dari Ali bin Abi Tholib ra. Beliau berkata bahwasanya Rosululloh
saw. Bersabda:
سيخرج
قوم في أخر الزمان حداث الأسنان سفهاء الأحلام يقولون من قول خير البرية لا يتجاوز
إيمانهم حناجرهم يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية فأينما لقيتموهم
فاقتلوهم فإن في قتلهم أجرا لمن قتلهم يوم القيامة
“Akan
keluar pada masa akhir zaman orang-orang yang masih muda umurnya, bodoh
pemikirannya. Mereka berkata dengan sebaik-baik perkataan manusia. Iman mereka
tidak melebihi kerongkongan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak
panah keluar dari busurnya. Maka bunuhlah mereka dimana saja kalian menjumpai
mereka karena orang yang membunuh mereka akan mendapat pahala pada hari
qiyamat.”
Dan
telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ul Ummah, bahwasanya orang
yang keluar dari syari’at Islam itu diperangi meskipun ia mengucapkan dua
kalimat syahadat.
Dan para
ulama’ berselisih pendapat tentang kelompok yang meninggalkan sunnah yang
rutin, seperti dua roka’at sholat fajar, apakah mereka boleh diperangi?,
menjadi dua pendapat (antara boleh dan tidak). Adapun tentang kelompok yang
meninggalkan kewajiban dan hal-hal yang haram yang sudah jelas dan terkenal,
maka mereka diperangi dengan tidak ada perselisihan sampai mereka mau
menjalankan nya kembali, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, shoum romadlon
dan naik haji serta mninggalkan hal-hal yang haram seperti menikahi saudara
perempuan, makan makanan yang menjijikkan dan mendlolimi harta dan nyawa kaum
muslimin. Dan memerangi mereka ini hukumnya wajib untuk memulainya setelah
sampai dakwah Nabi saw. tentang apa-apa yang menjadi penyebab mereka diperangi.
Dan jika mereka menyerang lebih dulu maka kewajiban lebih ditekankan lagi
sebagaimana yang telah kami bahas pada masalah para mumtani’in seperti
penyerang dan begal. Dan kewajiban jihad terhadap orang kafir dan orang-orang
yang tidak mau melaksanakan sebagian dari syari’at Islam, sebagaimana
orang-orang yang tidak mau membayar zakat, khowarij dan orang-orang semacam
mereka baik secara offensiv maupun defensiv. Jika ofensiv maka hukumnya adalah
fardlu kifayah, jika sebagian telah melaksanakannya maka yang lain tidak
terkena kewajiban lagi, dan mereka yang melaksanakan mendapatkan keutamaan
sebagaimana firman Alloh:
لاَ
يَسْتَوِى الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُوْلِى الضَّرَرِ
وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فَضَّلَ اللهُ
الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً
وَكُلاًّ وَعَدَ اللهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى
الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا {95}
Namun
jika musuh mau menyerang kaum muslimin, maka jihad hukumnya wajib bagi mereka
yang menjadi sasaran dan yang tidak menjadi sasaran untuk membantu mereka,
sebagaimana firman Alloh:
إِنَّ
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي
سَبِيلِ اللهِ وَالَّذِينَ ءَاوَوْا وَّنَصَرُوا أُوْلَئِكَ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ ءَمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَّالَكُم مِّن
وَّلاَيَتِهِم مِّن شَيٍْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصُرُوكُمْ فِي
الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلاَّ عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم
مِّيثَاقٌ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {72}
Dan
sebagaiman Rosululloh juga memerintahkan untuk menolong orang muslim baik ia
seorang yang digaji pemerintah untuk berperang maupun bukan. Ini adalah wajib
sesuai dengan kemungkinan bagisetiap orang dengan hartanya, nyawanya, banyak,
sedikit, berjalan maupun berkendaraan ………..(As-Siyasah As-Sar’iyah 125-129)
Kewajiban
pemerintah adalah memerintahkan untuk melaksanakan sholat wajib bagi semua
orang yang mampu dan menghukum orang yang meninggalkannya sebagaimana ijma’
umat islam atas hal itu.
Dan jika yang tidak mau melaksanakan itu sebuah
kelompok, mereka diperangi karena meninggalkan sholat. Begitu pula jika
meninggalkan zakat, shoum dan yang lainnya serta menghalalkan hal-hal yang
telah diharamkan secara jelas dan ijma’, seperti menikahi mahrom, membikin
kerusakan di muka bumi dan yang lainnya. Maka setiap kelompok yang tidak mau melaksanakan
suatu syari’at dari syari’at Islam yang sudah jelas dan mutawatir harus
diperangi sehingga agama itu seluruhnya hanya milik Alloh, hal ini adalah
merupaka kesepakatan seluruh ulama’.” (As-Siyasah Asy-Syar’iyah) Para ulama’ berselisih pendapat tentang
kelompok yang tidak melaksanakan sunnah yang rutin, namun jika tidak
melaksanakan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang sudah jelas dan
terkenal maka mereka diperangi sebagaimana kesepakatan kaum muslimin.
Asy-Syairozi
mengatakan ketika membahas tentang adzan dan iqomat:
Bab
Adzan; “Adzan dan iqomat disyari’atkan untuk sholat lima waktu. Dan keduanya
adalah sunah meskipun sebagian dari sahabat kita ada yang mengatakan fardlu
kifayah. Dan jika penduduk sebuah kampung itu sepakat untuk meninggalkannya,
maka mereka diperangi karena ia adalah bagian dari syi’ar Islam yang tidak
boleh ditinggalkan”.
An-Nawawi ketika
menjelaskan perkataan Asy-Syairozi diatas mengatakan:”Sahabat-sahabat kita
mengatakan, jika hukumnya adalah fardlu kifayah, dan penduduk sebuah kampung
itu meninggalkannya dan mereka telah dimintan untuk melaksanakan namun tidak
mau melaksanakan maka wajib hukumnya memerangi mereka sebagaimana wajibnya
memerangi mereka jika mereka meninggalkan fardlu kifayah yang lain. Dan jika kita katakan hukumnya adalah sunnah
maka apakah mereka diperangi jika mereka meninggalkannya. Dalam hal ini ada dua
pendapat yang masyhur dalam kitab-kitab ‘Iroqiyyin dan sedikit dari
khurosaniyyin yang membahasnya, yaitu; mereka tidak diperangi sebagaimana orang
yang meninggalkan sholat sunah dluhur, shubuh dan yang lain.Pendapat kedua
mereka diperangi karena adzan adalah syi’ar yang nyata sedangkan sholat sunah
dluhur tidak. (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab III/74)
Abu
Bakar ibnul ‘Arobi mengatakan:” Alloh berfirman:
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ
مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ
“Dan
jika kalian tidak mau meninggalkan riba maka ijinkanlah peperangan dari Alloh
dan Rosul-Nya.”(Al-Baqoroh;279)
Kalau ada yang mengatakan bahwasanya peperangan tersebut
adalah bagi orang yang menghalalkan riba, maka kami katakan:’Ya benar dan juga
bagi orang yang melaksanakannya.’ Sesungguhnya umat Islam telah sepakat untuk
memerangi orang yang melakukan maksiyat sebagaimana jika penduduk sebuah
kampung bersepakat untuk melakukan riba dan juga apabila mereka sepakat untuk
meninggalkan sholat jum’at dan sholat jama’ah.” (Ahkamul Qu’an karangan Ibnul ‘Arobi II/596)
Orang-orang yang tidak
melaksanaklan syari’at itu ada dua keadaan ;
1.
Mereka menolak dengan demikian mereka adalah
orang-orang murtad.
Jika
mereka adalah sebuah kelompok yang memiliki kekuatan, maka mereka diperangi
sebagaimana orang-orang murtad. Dan jika dia tertangkap seorang diri, maka dia
dibunuh.
Jika
mereka berada diperkampungan kaum muslimin, maka mereka dipisah-pisahkan
setelah mereka bertaubat dan mereka dipaksa melaksanakan syariat Islam
sebagaimana kaum muslimin yang lain.
2.
Mereka mengakui atas kewajiban melaksanakannya.
Jika mereka adalah sebuah kelompok yang
memiliki kekuatan, mereka hingga mereka mau melaksanakan syari’at Islam yang
wajib seluruhnya.
Sedangkan
orang yang tertangkap dari mereka tidak dibunuh, akan tetapi ia dikasih ‘iqob
sebagaimana yang diperintahkan Alloh dan Rosul-Nya.
Ibnu
Huwaiz Mandad berkata:”Jika penduduk sebuah kampung melakukan riba dan
menghalalkannya maka mereka murtad dan mereka hukumnya sebagaimana orang-orang
murtad. Dan jika mereka melakukannya namun tidak menghalalkannya, Imam boleh
memerangi mereka. Tidakkah anda melihat bahwasanya Alloh telah mengijinkan hal
itu, Alloh berfirman:
فَإِن
لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ
“Dan
jika kalian tidak mau meninggalkan riba maka ijinkanlah peperangan dari Alloh
dan Rosul-Nya.”(Al-Baqoroh;279)(Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an: III/364)
Orang-orang yang keluar dari pokok-pokok syari’at yang
berbentuk keyakinan seperti khowarij atau berupa amalan seperti orang-orang
yang tidak mau mengeluarkan zakat, mereka tidak sebagaimana bughot yang
memberontak terhadap imam yang syah, dengan demikian maka peperangan melawan
merekapun lain dengan perang melawan bughot.
Memerangi kelompok yang keluar dari sebagian syari’at
Islam baik berupa keyakinan maupun berupa amalan, lebih diutamakan dari pada
memerangi orang-orang musyrik dan ahli kitab yang tidak memerangi kita.
Ibnu
Taimiyah pernah ditanya tentang seebuah kelompok dari rakyat sebuah negeri yang
bepaham An-Nushoiriyyah. Lalu mereka bersepakat untuk mengikuti seseorang,
diantara mereka ada yang mengatakan bahwa dia ini ilaah, diantara mereka ada
yang berpendapat bahwasanya dia ini nabi yang diutus dan diantara mereka ada
yang berpendapat bahwasanya dia ini adalah Muhammad bin Al-Hasan, maksudnya
adalah Al-Mahdi. Dan mereka secara terang tetangan menyatakan keluar dari
ketaatan dan mereka bertekat untuk memerangi orang yang mampu berperang di
antara mereka. Maka apakan wajib hukumnya memerangi mereka dan apakah anak-anak
dan harta mereka menjadi halal?
Beliau
menjawab:”Al-Hamdulillah. Mereka wajib diperangi sampai mereka mau
melaksanakan syari’at-syari’at Islam. Sesungguhnya An-Nushoiriyyah adalah
termasuk orang-orang yang sangat besar kekafirannya meskipun mereka tidak
mengikuti seorang dajjal seperti ini. Mereka dalah seburuk-buruk orang yang
murtad. Mereka yang bisa berperang diperangi. Harta mereka dijadikan ghonimah.
Sedangkan tentang anak-anak mereka apakah dijadikan budak masih
diperselisihkan. Akan tetapi menurut kebanyakan ulama’ mereka dijadikan budak.
Dan inilah yang terdapat dalam sejarah Abu Bakar dalam memerangi orang-orang
murtad. Begutu pula para ulama’ berselisih pendapat tentang menjadikan
perempuan mereka yang murtad sebagai budak. Sebagian mengatakan mereka
dijadikan budak sebagaimana perkataan Abu Hanifah, dan sebagian mengatakan
tidak dijadikan budak, sebagaimana perkataan asy-Syafi’I dan Ahmad. Sedangkan
yang terdapat dikalangan sahabat adalah pendapat yang pertama, yaitu
wanita-wanita murtad dari kalangan mereka yang murtad dijadikan budak Sesungguhnya Ali bin Abi Tholib menjadikan
Al-Hanafiyyah, ibunya Muhammad ibnul Hanafiyyah termasuk orang-orang yang
menjadi tawanan dari kalangan Bani Hanifah yang murtad yang diperangi oleh Abu
Bakar dan para sahabat ketika Kholid ibnul Walid diutus untuk memerangi mereka.
Adapun jika mereka tidak menampakkan penolakan terhadap syari’at dan tidak pula
mengikuti si pendusta yang dianggap sebagai iamam Mahdi yang ditunggu-tunggu
ini, merekapun sesungguhnya juga tetap diperangi, akan tetapi mereka diperangi
sebagaiman khowarij yang diperangi oleh Ali bin Abi Tholib ra. Atas perintah
Rosul saw. Mereka diperangi sebagaimana orang-orang murtad yang diperangi oleh
Abu Bakar ra. Selama mereka tidak mau melaksanakan syari’at. Namun Anak-anak
mereka tidak dijadikan ghonimah dan harta mereka tidak dijadikan ghonimah
selama tidak digunakan untuk berperang. Adapun yang digunakan untuk memerangi
kaum muslimin seperti kuda, senjata dan yang lain, mka para ulam’ berselisih
pendapat tentang masalah ini. Disebutkan dalam riwayat bahwasanya Ali bin Abi
Tholib merampas apa saja yang berada pada pasukan khowarij. Maka jika waliyul
amri menghalalkan harta yang berada pada pasukan mereka, maka hal ini
boleh. Hal ini selama mereka tidak mau menjalankan syri’at. Dan jika mereka
tertangkap maka persatuan mereka harus dipecah, sarana kejahatan mereka
dihancurkan, mereka dipaksa menjalankan syri’at Islam dan orang yang tetap
dalam kemurtadannya dibunuh. Adapun orang yang menampakkan keislaman namun
menyimpan kekafiran, yaitu munafiq, yang dinamakan oleh para fuqoha’ dengan
zindiq, menurut kebanyakan fuqohq’ mereka dibunuh meskipun mereka bertaubat
sebagaimana madzhab Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i. Dan mereka yang menjadi
penyeru kepada kesesatan, dan kejahatannya itu tidak bisa ditahan kecuali
dengan membunuhnya, makaia dibunuh juga, meskipun ia memperlihatkan taubat dan
meskipun ia ditak dihukumi sebagai orang kafir, seperti pemimpin-pemimpin
rofidloh yang menyesatkan orang. Sebagaimana umat Islam telah membunuh Ghoilan
Al-Qodari, Ja’d bin Dirham dan penyeru-penyeru semacam mereka. Maka Dajjal
semacam ini secara mutlak dibunuh. Wallohu A’lam. (Al-Fatawa Al-Kubro IV/215
masalah ke 409)
Ibnu Taimiyah berkata ketika membahas tentang
perang melawan An-Nushairiyah:”….. tidak diragukan lagi bahwasanya memerangi
dan menegakkan hukum hudud kepada mereka termasuk ibadah yang paling agung dan
kewajiban yang paling utama dan jihad melawan mereka adalah lebih utama dari
pada orang-orang musyrik dan ahlul kitab yang tidak memerangi umat Islam,
karena jihad melawan mereka ini merupakan penjagaan terhadap negeri Islam yang
telah dikuasai. Sedangkan jihad melawan orang-orang musyrik dan ahlu kitab yang
tidak memerangi kita adalah merupakan tambahan terhadap idzharuddin, dan
menjaga yang pokok itu lebih didahulukan dari pada yang cabang.” (Al-Fatawa
Al-Kubro IV/215 masalah ke 409)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar